Sabtu, Desember 01, 2007

Saat Tulisan yang Sama Dimuat di Media Cetak

Beberapa waktu yang lalu, penulis membaca sebuah opini di sebuah harian Kota Medan. Dalam penilaian penulis, opininya cukup bagus. Karena memang topik yang diangkat adalah topik yang memang sedang hangat dibicarakan. Namun, bukan masalah topiknya itu yang ingin penulis bahas di sini. Tetapi tentang fakta bahwa ternyata opini yang sama juga dimuat oleh sebuah harian Kota Medan lainnya, pada waktu yang bisa dikatakan hampir bersamaan, sehari setelah tulisan tersebut pertama kali dimuat.

Tentu muncul sebuah pertanyaan, terutama di benak penulis sebagai seorang penulis pemula yang belum terlalu mengetahui seluk beluk aturan dalam dunia kepenulisan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Padahal tulisan tersebut sama, dan penulisnya juga sama. Kok bisa dimuat di dua media cetak yang berbeda, bahkan dengan waktu hampir bersamaan? Mungkin pertanyaan-pertanyaan seperti itu juga sempat hadir di benak kawan-kawan penulis pemula lainnya.

Secara pribadi mungkin kita menganggap bahwa itu adalah sebuah rejeki nomplok. Karena hanya dengan menulis dan mengirimkan satu tulisan saja ke beberapa media cetak, kita mendapat honor yang berkali lipat. Atau mungkin, kita juga sempat berpikir bahwa tulisan kita sangat diminati oleh redaksinya. Mungkin karena topik yang diangkat memang sedang hangat dibicarakan, atau bisa juga karena opini tersebut memang bagus.

Namun ternyata, pemikiran tersebut salah. Dalam e-mail Erwin Arianto, SE. [erwinarianto@gmail.com], salah seorang penulis lepas, berjudul ”Menulis di Media Cetak” dipaparkan bahwa:
”Jangan pernah mengirim satu tulisan pada dua koran nasional atau dua koran yang satu daerah dalam waktu bersamaan. Karena kalau sama-sama dimuat di kedua koran tersebut, kita akan mendapat sanksi berupa tulisan kita tidak akan dimuat di keduanya (kedua media cetak tersebut –pen)”.

Tidak jauh berbeda dengan tanggapan Hasan Al Banna, seorang penulis dan staf Balai Bahasa Medan yang tulisannya sering dimuat di beberapa harian lokal dan harian nasional. Beliau mengatakan, para penulis harus menghindari pengiriman tulisan yang sama kepada dua media cetak yang berbeda pada waktu bersamaan. Jika hal seperti ini ketahuan oleh redaksi media cetak yang bersangkutan, nama penulis tersebut bisa di-blacklist. Bahkan beliau mengistilahkan hal seperti ini dengan ”menipu secara intelektual”.

Setiap Tulisan yang Masuk Adalah Hak Redaksi
Kenapa tidak boleh? Mungkin pertanyaan ini yang kemudian akan muncul di benak kita para penulis pemula. Kalau memang tulisannya bermutu dan opininya bernas, kenapa tidak untuk dimuat di beberapa media cetak yang berbeda dalam waktu bersamaan? Apalagi jika tulisannya itu up to date.

Seperti yang kita ketahui bersama, setiap tulisan yang masuk ke sebuah media cetak menjadi hak redaksi tersebut dalam penerbitannya. Apakah tulisan tersebut nanti akan diterbitkan (naik cetak), atau masuk tong sampah alias ditolak, itu sepenuhnya hak redaksinya. Jadi kita tidak berhak untuk mengirimkannya juga ke media cetak yang lain. Apalagi dalam waktu bersamaan.

Oleh karena itu, pada beberapa media cetak juga diatur bahwa tulisan yang juga belum diterbitkan hingga jangka waktu tertentu, maka tulisan tersebut dianggap ditolak. Jika memang telah melewati batas waktu tersebut, barulah kita mempunyai hak lagi untuk mengirimkan tulisan yang sama ke media cetak yang lain.

Namun terkadang, juga banyak media cetak yang tidak menjelaskan tentang aturan yang memang tidak baku ini. Jika suatu ketika kita berhadapan dengan keadaan seperti ini, maka kita bisa mencari solusinya dengan meminta keterangan langsung dari redaksi media cetak tersebut. Atau mungkin seperti saran Bang Hasan, kita bisa langsung meminta izin (permisi) kepada redaksi media cetak tersebut untuk mengirim tulisan yang sama ke media cetak yang lain.

Belum Ada Aturan Hukum
Masih menurut Bang Hasan, secara hukum hal seperti ini memang belum diatur. Karena memang belum ada undang-undang yang mengaturnya. Oleh sebab itu juga, tidak ada sanksi yang jelas dan pasti untuk kejadian pemuatan tulisan yang sama di dua media cetak yang berbeda pada waktu bersamaan, seperti dijelaskan di awal.

Namun secara etika dan moral, kita tetap harus mematuhi aturan tidak baku tersebut. Peraturan ini memang diatur sendiri oleh redaksi media cetak yang bersangkutan. Sehingga pada beberapa media cetak, ada peraturan yang berbeda tentang hal ini.

Sedangkan untuk sanksinya juga merupakan inisiatif dari redaksi, tidak diatur secara hukum dan tertulis. Seperti contoh, ada media cetak yang mem-blacklist penulis yang ketahuan mengirimkan tulisan yang sama pada dua media cetak berbeda dan dimuat dalam waktu bersamaan. Walaupun memang terkadang sanksi tersebut hanya berlaku untuk sementara waktu.

Aturan yang dijelaskan di atas memang masih sebuah aturan tidak baku dan tidak ada landasan secara hukum. Namun semua penulis pasti mengetahui tentang aturan tersebut, dan pasti sepakat dengan hal itu.

Medan, 08 September 2007

*Dimuat di Harian Medan Bisnis Minggu tanggal 18 November 2007

Like the Post? Do share with your Friends.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IconIconIconFollow Me on Pinterest

Label

Blogger news

Blogroll

What's Hot