Senin, Maret 23, 2009

Komunikasi dengan Senyum

Oleh: Adela Eka Putra Marza*

Saya bahkan tak kenal sama sekali dengan bapak tua itu, ketika dia mengajak saya bicara. Tentang suatu hal, yang mungkin selama ini dianggap sepele. Saya baru menyadarinya malam itu. Hanya dari pertemuan yang tak sampai lima menit, saya bisa tersenyum ketika meninggalkannya.

Bapak tua itu menahan langkah saya ketika akan beranjak meninggalkan sebuah warung kecil. "Kita ngobrol dulu sebentarlah." Saya menangkap sebentuk lukisan cahaya di wajahnya, rasa inginnya untuk menceritakan sebuah pengalaman. Dan sepertinya dia begitu antusias ingin membaginya pada saya.

Dari awal saya memang sudah menangkap kelenturan hatinya. Dia berusaha beradaptasi secepat mungkin dengan saya melalui sebuah lelucon – yang sebenarnya tak ada yang istimewanya.

Ucapan kekagumannya dengan jurusan saya di perkuliahan, jurusan Ilmu Komunikasi, memulai dialog yang berujung dengan sebuah senyum itu. Dan dia pun mengajukan sebuah pertanyaan. "Kamu tahu alat komunikasi apa yang paling canggih di dunia?" tanyanya pada saya. "Handphone," jawab saya. "Bukan." "Televisi." "Juga bukan." "Mulut," saya kehilangan jawaban. "Sedikit lagi.” Saya mulai mati kutu.

"Bahasa," saya memberikan jawaban lagi. "Bahasa belum tentu dimengerti semua orang," dia memancing saya lagi. "Kalau kamu bicara pakai bahasa Inggris, saya belum tentu mengerti kan?" Benar juga, saya pikir dalam hati. Jadi, apa alat komunikasi yang tercanggih di dunia itu?

"Senyum. Itulah alat komunikasi yang paling canggih di dunia," ujarnya kemudian menjawab sekian tanda tanya besar di benak saya. Senyum? Dan saya pun tertawa dengan jawaban singkatnya itu. Ya, saya tertawa dengan jawabannya. Karena saya pun sempat tersenyum ketika mendapati bapak tua itu di sana.

Sebegitu jauh saya membayangkan sebuah perangkat komunikasi paling canggih di jagad raya ini, hingga saya melupakan makna sebuah senyum yang bapak itu berikan kepada saya, dari awal bicara tadi. Akibat terlalu banyak dicecoki dengan kecanggihan PDA, 3G, komputer, internet, dan teknologi komunikasi lainnya, saya sampai lupa bahwa senyum adalah alat komunikasi tercanggih di dunia.

Senyum adalah alat komunikasi yang semua orang bisa menggunakannya dan semua orang bisa mengerti. Dengan senyum, semua orang bisa merasakan kebahagiaan yang kita rasakan. Dengan senyum, semua orang bisa mengerti bahwa dia setuju dengan keputusan kita. Dengan senyum, mungkin Anda akan bisa melupakan masalah Anda dengan orang yang Anda cintai. Yah, dengan senyum, semua hal bisa disampaikan dan dimengerti.

Dan saya pun tersenyum, telah dikelabui oleh kata "canggih". Saya berpikir terlalu jauh untuk hanya mencari gambaran alat komunikasi tercanggih di dunia. Sedangkan, setiap hari entah berapa kali saya mengumbar dan menatap sebuah senyum. Dan saya dibutakan oleh kata "canggih" itu, sehingga terlupakan akan senyum yang bahkan bisa menyampaikan isi hati seseorang walaupun tak bisa diungkapkannya dengan kata-kata. "Berbahagialah kamu, maka orang lain juga akan berbahagia. Namun jika kamu bersedih, maka hanya kamu sendirilah yang akan bersedih," dia kembali bergumam, menutup kuliahnya tentang alat komunikasi tercanggih di dunia malam itu. Dan senyum itu pula yang kemudian saya berikan kepadanya, setelah pertemuan yang tak menghabiskan waktu lima menit itu.

Medan, 7 Januari 2008 (22.23 WIB)

* Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU 2005. Bergiat di Pers Mahasiswa SUARA USU, sebagai Staf Litbang Bagian Pengembangan SDM.

(Dimuat di Harian Medan Bisnis, Minggu/15 Maret 2009)

Like the Post? Do share with your Friends.

1 komentar:

  1. orang padai bukanlah no satu.orang bijaklah yang utama

    BalasHapus

IconIconIconFollow Me on Pinterest

Label

Blogger news

Blogroll

What's Hot