Selasa, Juli 06, 2010

Di Pasar Ular Bisnis Digelar

Tidak kurang dari 20 pedagang kaki lima berjejer di sepanjang Jalan Sutomo, tidak jauh dari Tugu Apollo. Lokasi tersebut dikenal dengan nama Pasar Ular. Tapi jangan salah, tidak satu pun pedagang tersebut yang berjualan ular di sana. Meski demikian, tetap saja barang dagangannya berbeda dengan para pedagang yang biasa dijumpai di berbagai pasar di Kota Medan ini. Ya, para pedagang di Pasar Ular menjajakan barang-barang bekas yang unik dan antik.

Pasar Ular, dari namanya saja sudah membuat kita bertanya-tanya. Tidak banyak warga Medan yang tahu keberadaan Pasar Ular yang berjarak sekitar lima menit dari Pasar Sambu ini. Pasar yang menjual barang-barang loak ini memang hanya dikenal oleh segelintir orang, terutama para kolektor yang hobi mengumpulkan barang-barang bekas yang menarik. Bagi para pemain baru dalam dunia koleksi-mengkoleksi barang-barang antik, Pasar Ular memang menjadi salah satu lokasi yang musti disambangi.

Menurut Kakek Mas Sirun, salah seorang pedagang di Pasar Ular, pasar ini awalnya sama sekali tidak punya nama. “Dulu tidak ada namanya, disebut pajak (pasar) loak saja. Kemudian, saya iseng-iseng sama kawan, gimana kita sebut pasar ini. Pasar Ular saja, saya bilang. Kenapa gitu? Yang jual ‘ular’, yang beli ‘ular’ juga,” cerita pria berumur 85 tahun itu kepada Medan Bisnis.

Maksudnya, orang-orang di pasar ini baik yang datang maupun penjual tingkahnya seperti ‘ular’, alias tidak ada yang benar. “Harga seribu di sini bisa jadi lima ribu, jadi berlipat-lipat. Padahal barang yang kita jual dibeli dengan harga murah. Makanya harus pandai menawar juga,” tambah pria setengah baya yang akrab di panggil Kakek itu.

Diceritakan lagi oleh Kakek, Pasar Ular ini muncul sejak tahun 1987. Mereka berjualan di lokasi tersebut karena tidak lagi mendapatkan tempat untuk berjualan dengan harga yang sesuai kemampuan. Akhirnya mereka pun menggelar lapak-lapak dagangan di sepanjang pinggir jalan raya tersebut. “Di sini tempatnya strategis. Barang-barang yang tidak ada dijual di tempat lain, di sini dijual. Bahkan kita yang jualan di sini, sembarangan mau jual apa,” tutur Kakek yang telah berjualan di pasar ini sejak pertama kali dibuka, sekitar 23 tahun yang lalu.

Jumlah pedagangnya, dulu juga tidak sebanyak saat ini. Sekarang ada sekitar 20-an pedagang yang ikut mengaiz rezeki di Pasar Ular ini. Sedangkan pedagang-pedagang tua yang seangkatan dengan Kakek, kebanyakan sudah meninggal. Saat ini, hanya tinggal tiga orang pedagang senior yang tersisa di pasar ini. Kakek sendiri merupakan salah satu ‘orang lama’, dan yang paling tua di sana.

Mata Uang Kuno

Beraneka ragam barang-barang bekas bisa dijumpai di Pasar Ular ini. Mulai dari peralatan kendaraan, barang elektronik, barang rumah tangga, jam tangan bekas, kamera jadul, sepatu, pakaian, hingga mata uang kuno pun ada di sini. Kakek Mas Sirun adalah satu-satunya pedagang yang khusus menjual mata uang kuno sejak awal pasar ini muncul. Mata uang kuno tersebut terdiri atas mata uang kertas dan mata uang koin yang tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga ada mata uang luar negeri.

“Ada uang koin dari luar negeri seperti Australia, Thailand dan Rusia. Ada juga uang koin dari zaman penjajahan Belanda. Kalau uang kertas dari Indonesia saja, mulai dari tahun 1970-an,” jelas Kakek yang juga berjualan di Pasar V Marelan setiap paginya. Kakek mendapatkan mata uang kuno itu dari berbagai tempat dan orang yang mau menjual kepadanya. Selain itu, beberapa di antaranya juga merupakan simpanan Kakek sendiri.

Mata uang kuno ini tentu saja menjadi buruan para kolektor yang dikenal sebagai dunia numismatik tersebut. Menurut pengakuan Kakek, banyak kolektor yang sering menyambangi lapaknya. Bahkan ada juga pejabat dan pembeli dari luar kota. Para kolektor ini akan membeli berapa pun harga mata uang kuno tersebut yang nilainya tentu saja sangat tinggi. Apalagi jika kondisinya “UNC” alias “uncirculed”, yang artinya belum pernah digunakan. Bagi para kolektor, uang dengan kondisi UNC adalah yang terbaik, karena masih mulus dan belum ada bekas lipatan. Kian tahun harga uang kuno ini pun juga akan semakin meningkat, disesuaikan dengan katalog yang beredar setiap tahunnya.

Kakek sendiri pernah menjual satu set uang kertas zaman Presiden RI pertama Soekarno seharga dua juta rupiah. Uang tersebut terdiri atas beberapa mata uang kertas satu rupiah hingga seribu rupiah. Bahkan pada tahun 2000, koleksi mata uang kunonya pernah diborong seorang kolektor hingga Rp 37 juta saat ia mengikuti pameran di salah satu plaza di Medan. Sedangkan saat ini, mata uang Ringgit keluaran kolonialis Belanda di Malaysia menjadi koleksi mata uang kunonya yang paling mahal. Satu ringgit yang nilainya sama dengan 2,5 gulden bisa dihargai hingga Rp 125.000, sedangkan satu gulden seharga Rp 25.000.

Selain menjual mata uang kuno, Kakek juga menjual batu cincin yang memang banyak disimpannya dari dulu. Jam tangan bekas, prangko dan materai lama, serta keris-keris mini yang bertuah juga dijual oleh Kakek yang berasal dari Banyumas, Jawa Tengah dan saat ini tinggal di Jalan Gaharu, Medan itu. Ia mengaku bisa mengantongi pendapatan yang lumayan dari penjualan barang-barang tersebut, selain juga ditambah uang pensiunannya dari Brimob untuk membiayai kehidupan keluarganya.

Unik dan Antik

Ponsel bekas dari berbagai merek ternyata juga banyak diperjualbelikan di Pasar Ular. Bahkan, pasar ini juga dikenal orang sebagai salah satu tempat penjualan ponsel-ponsel bekas yang murah meriah. Salah satunya, Iwan (27) yang telah berjualan di pasar ini sejak delapan tahun yang lalu. Pria tersebut khusus menjual ponsel-ponsel bekas lengkap dengan aksesorisnya. Harganya tentu saja tidak semahal jika membeli di plaza atau mall. Tapi soal kualitas, barang-barang tersebut masih layak diacungi jempol.

Beda lagi dengan Rahmat (25). Pria yang baru saja ikut berjualan di Pasar Ular ini sejak setahun yang lalu, menjual sejumlah lukisan di Pasar Ular. Harganya pun berbeda-beda, berkisar antara ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah. “Harga lukisan dilihat buatannya dari mana. Kalau buatan lokal harganya sekitar Rp 100 ribu. Sedangkan lukisan yang dari Cina, kalau lukisan lama bisa sampai jutaan, bahkan puluhan juta. Tergantung pelukisnya juga. Saya pernah menjual lukisan dari Cina yang paling mahal senilai Rp 25 juta sekitar setahun yang lalu,” cerita Rahmat kepada Medan Bisnis.

Bahkan menurut pengakuan Rahmat, ia juga memiliki lukisan asli milik seorang pelukis kenamaan dari Spanyol, yakni Pablo Picasso. Rahmat mengaku lukisan yang didapatkan dari kakeknya itu pernah ditawar oleh seseorang dengan harga “wah”, yakni tiga miliar rupiah. Namun, ia tidak bersedia melepaskan lukisan tersebut. Karena, ia baru akan menjual lukisan itu saat hidupnya sudah sekarat, alias tidak punya apa-apa lagi.

Selain menjual lukisan, ia juga menjual guci-guci keramik kuno, jam tangan, batu cincin, barang elektronik, dan kaset tape bekas. Bagi Anda yang hobi mengkoleksi kaset tape lama yang saat ini sudah tidak beredar lagi, lapak Rahmat ini bisa menjadi salah satu tujuan Anda. Harganya hanya lima ribu perak per kasetnya.

Dilaporkan: Adela Eka Putra Marza

* Dimuat di Harian Medan Bisnis (Minggu, 27 Juni 2010)


Like the Post? Do share with your Friends.

6 komentar:

  1. aku lama tinggal di medan tapi gak pernah jauh dari rumah dan sekolah. Sekarang aku kuliah di padang. Aku jadi tertarik ingin mengunjungi pasar ular kalau pulang ke medan.

    BalasHapus
  2. oya?!
    di medan tinggal di mana?
    btw. di padang kuliah dimana?
    soalnya aku orang padang juga. tapi sejak kuliah udah di medan.

    BalasHapus
  3. saya sangat tertarik dengan info yg anda pos kan..

    sekalian nanya, setahu anda, apa mmang kondisi barang yg di jual sprti handphone masih dalam kondisi yg bagus...??

    :)

    BalasHapus
  4. Ad gak yA hp samsung galaxy ace3 di pasar ular.

    BalasHapus
  5. ace 3 ntu sdh dluncur hrgany mrh.

    BalasHapus
  6. Saya Ada uang lama seratus rupiah tahun 1992 apakah Ada yg minat

    BalasHapus

IconIconIconFollow Me on Pinterest

Label

Blogger news

Blogroll

What's Hot